Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan

Jumat, 10 Juli 2009

Melanjutkan Perjuangan


Oleh: Arga S.Butar-butar
NRP. SG.B.088805.PL

Tulisan ini memang sedikit telat untuk dipublikasikan, tapi bukan itu alasan utamanya, melainkan kekesalan ku pada seorang teman yang menilai MAPALA hanya dari apa yang dia ketahui saja...

Memang sudah menjadi hal yang lumrah ketika kami di cap sebagai organisasi yang hanya berkutat pada naik turun gunung, mondar mandir menyusuri sungai bahkan sebagian besar khayalak menilai kami sebagai kumpulan orang orang jorok yang sedikit gila yang kerjaannya cuma ngabisin uang gak karu-karuan buat itu tadi (naik turun gunung-arung jeram,dsb). Tapi tahukah anda bahwa anggapan orang tadi nyaris sepenuhnya salah (yang benernya naik turun gunung,dll doang dan engga pake HANYA), karena hal ini dapat dibuktikan dengan suksesnya MAPALA-SG menyelenggarakan DIKLATSAR pertama bertajuk JELAJAH LINTAS MEDAN 2008 silam. Hasilnya dapat dilihat dari karakteristik masing masing anggota muda yang jelas sekali memiliki nilai plus dibanding mahasiswa lain yang hanya mampu menjadi mahasiswa “Kupu-Kupu(Kuliah Pulang2X)”.

Tak cukup sampai disitu, tahukah anda bahwa kami dipersiapkan menjadi lebih matang menghadapi seluruh situasi dengan tempaan alam yang kini menjadi sahabat dekat kami? Tahukah anda bahwa kamipun mengenal betul seluk beluk surat menyurat yang terorganisir? Ingin sekali rasanya saya mengundang mereka (yang hanya bisa mengomentari tingkah kami yang katanya “sedikit nyeleneh”) untuk melihat apa yang kami kerjakan dalam seluruh kegiatan kami.

Ijinkan saya menyampaikan kalimat “KAMI BUKAN SEPERTI YANG ANDA PIKIRKAN”. Kami berbeda, kami adalah mahasiswa, kami bekerja dengan sistematika yang sangat rapi dan pasti terstrukur.

Jangan bilang pernyataan saya tadi merupakan kalimat “basi” bila anda belum melihat anggota muda Badai Kabut yang pontang panting mempersiapkan keberangkatan ekpedisi pengembaraan bertajuk “Pendataan Demografi Gunung Guntur 2009”. Sedikit bocoran saja, pengembaraan ini merupakan pendidikan berjenjang yang mutlak dilalui setiap anggota muda untuk mencapai tingkat anggota yang “sesungguhnya”(DIKLATSAR – Pengembaraan – SUSPLAT). Pengembaraan ini bersifat ilmiah, hal ini ditandai dengan penyelesaian laporan pengembaraan (yang nantinya dapat dipertanggungjawabkan), dilanjutkan dengan sidang pengembaraan (layaknya Meja hijau) dan diakhiri dengan penyematan slayer orange - Jika lulus (seperti halnya Toga saat wisuda). Jadi sekali lagi tolong putar persepsi anda tentang kami jika anda tidak mengenal kami.

Kini Badai Kabut sudah sampai digerbang pengembaraan. 6 April 2009 merupakan hari yang dinanti dan menjadi selembar kanvas yang siap untuk ditoreh dengan tinta emas. Satu lagi jam terbang yang sedikit banyaknya menambah pengalaman kepecintaalaman kami. Satu lagi gunung yang menanti untuk ditaklukan dan kelak semuanya akan menjadi pengalaman yang terekam indah dalam sanubari yang tak ternilai, tak dapat ditukar apalagi digantikan.

Mungkin inilah yang menjadikan kami sebagai suatu organisasi yang mencetak anggota anggota yang tahan banting dan lebih berisi dan tentu saja memiliki tanggung jawab yang tinggi dibanding UKM lain di perguruan tinggi ini atau di tempat lain.

Inilah kami. Karena kami, hadir untuk melanjutkan perjuangan.

Jumat, 15 Mei 2009

STOP GLOBAL WARMING
Bangun Kesadaran Untuk Menyelamatkan Bumi
posting by: SG.B.088804.PL

Efek dari pemanasan global (global warming) atau meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer sudah mulai terasa. Di antaranya iklim yang tidak menentu, kenaikan suhu yang ekstrim di beberapa daerah, mencairnya es di kutub yang mengakibatkan meningkatnya permukaan air laut, meningkatnya intensitas terjadinya badai, sulitnya mendapatkan air bersih, munculnya berbagai penyakit baru, dan juga hilangnya 1000 spesies dalam waktu yang relatif singkat.

(Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global)

Indonesia menjadi salah satu kontributor yang besar terhadap pemanasan bumi dengan pembakaran hutannya. Namun, pemanasan bumi adalah masalah bagi semua negara tidak hanya Indonesia. Nasib bumi ada di tangan setiap insan yang hidup di muka bumi. Oleh karenanya, diperlukan kesadaran dari setiap orang untuk menyelamatkan bumi.

Oleh karena itu, kami MAPALA STMIK GANESHA mengajak kepada seluruh orang mari kita selamatkan bumi kita bersama, rapatkan barisan dan bergandengan tangan bersama MAPALA-SG demi bumi yang lebih hijau.

Say together "STOP GLOBAL WARMING" !!!

Salurkan tanggapan anda mengenai GLOBAL WARMING di blogspot MAPALA-SG.

di >>> http://mapalastmikganesha.blogspot.com/

atau di >>> http://mapala-sg-bdg.blogspot.com/

Jumat, 26 Desember 2008

Doktrin yang Membangun Mereka

Oleh: Arga Batax
NRP. SG.B.088805.PL


MENGAGUMKAN. Mungkin itulah kata kata yang tepat untuk menggambarkan betapa kuatnya doktrin dan pembinaan sikap mental yang benar, sungguh dapat mempengaruhi tindakan dan kemampuan fisik seseorang.

Hal itu dapat dilihat jelas dalam Pendidikan dan Latihan Dasar (DIKLATSAR) bertajuk Jelajah Lintas Medan Mahasiswa Pecinta Alam STMIK Ganesha (JLM MAPALA-SG) angkatan pertama, yang diselenggarakan pada tanggal 24 – 28 November 2008, dengan medan operasi yang meliputi Kota Bandung, Kab. Bandung, Kab. Purwakarta dan Kab. Subang.

Suatu pengalaman yang mengesankan sekaligus sebuah kebanggaan ketika melihat siswa DIKLATSAR yang akhirnya menitikkan air mata saat mencium bendera taktis berlogo MAPALA-SG diiringi syair lagu “Syukur”. Belum lagi ketika mereka mengakui betapa beratnya perjuangan yang dilalui mulai dari medan operasi yang berat hingga tekanan fisik dan mental, hanya untuk menyandang predikat Anggota Muda, semuanya menambah panjang daftar alasanku untuk tetap mencintai organisasi ini.

Kemudian sebuah pertanyaan terlintas dalam benakku, apa yang menjadikan mereka mampu bertahan dalam segala kondisi?
Ternyata hanya ada satu kata yang bisa menjawabnya dengan logis yaitu DOKTRIN.

Ya, itulah yang mungkin menjadi salah satu alasan mengapa organisasi sejenis ini selangkah lebih maju dan memiliki hubungan kekeluargaan yang erat, baik intern maupun ekstern-nya. karena doktrin yang sama yang diterima oleh tiap tiap anggota. Begitu banyak contoh nyata yang dapat membuktikan kebenaran kalimat tersebut. Namun sekarang aku hanya akan mengupas beberapa di antaranya yang berkaitan dengan DIKLATSAR.

Sebut saja Yoggi, siswa JLM 08 yang memiliki postur tubuh cukup gagah namun kurang PD alias Percaya Diri karena sakit asma yang dideritanya. Sedikit kisah tentang lajang satu ini, sejak pendaftaran dibuka, ia sering mengutarakan keraguannya untuk menjadi bagian pecinta alam hanya karena sakit asmanya, namun ia mengurungkan niatnya dan bersedia mengikuti DIKLATSAR ini dengan penuh percaya diri namun tetap dalam kondisi fisik yang tergolong kurang prima.

Perjuangan mahasiswa stambuk 2008 yang kini menyandang predikat Anggota Muda (AMUD) ini tidak hanya berhenti sampai disitu, ia tetap harus membakar dapur pacu semangat nya untuk melawan dinginnya hembusan angin ditambah derasnya hujan yang tak mau berhenti kala itu. Belum lagi rasa lelah dan haus yang menjadi menu utama selama tiga hari latihan berlangsung. Di sinilah salah satu pelajaran penting yang ingin aku bagikan untuk anda pembaca blog ini, bahwa ternyata doktrin pun harus tetap dijaga kehangatannya. Hal ini bisa dibuktikan dengan mulai melemahnya mental hampir seluruh siswa pada hari kelima.

Walau skenario yang diciptakan pada hari itu memang untuk “melemahkan” mental mereka, tapi tetap saja bukan seperti ini yang diharapkan. Titik kejatuhan mental siswa ditandai dengan tumbangnya Yoggi, disusul dengan “merengek”nya seluruh siswa. Saat saat sepeti inilah doktrin harus bekerja dan mengambil tempat khusus. Berhasil. Akhirnya latihan pun dilanjutkan hingga selesai.

Lain Yoggi, lain pula Rima dan Yuni. Staf Komando Latihan (KOLAT) yang masing masing menjabat MINTALTOG dan LOGISTIK ini, pada dasarnya adalah “anak rumahan yang manja”. Tapi tak disangka sangka medan operasi yang tergolong sulit bagi meraka ini, ternyata dilumat habis, bahkan dengan nada sedikit bangga mereka sempat berucap “ah, rupanya medan operasinya cuma kayak gini, ops ? (operasi-red)”. Ketika ditanya mengapa mereka sanggup menaklukkan rasa lelah? Maka simaklah jawaban mereka “KOLAT itu harus sakti. Sakti dalam segala hal. Setidaknya itu yang kami dapet waktu SUSPLAT kemaren. Jadi biar kata capek, harus tetap semangat. Malu dong katauan lemah di depan siswa!!!”

Yah…itulah sebagaian cerita kecil dalam Jelajah Lintas Medan Angkatan I MAPALA-SG Tahun 2008, yang menggambarkan doktrin yang sungguh sangat mempengaruhi tindakan dan fisik seseorang. Mungkin inilah pelajaran bagi kita yang ingin menjadi lebih baik, mulailah mendoktrin diri sendiri dengan kata kata simple, padat dan bermakna positif. Semoga hari ini lebih baik dari kemarin dan pastikan esok lebih baik dari hari ini.

SALAM RIMBA!!!

Minggu, 23 November 2008

Kita Bisa Memutar Arah

KITA BISA MEMUTAR ARAH


“Kita Akan Selalu Hidup Dan Berdampingan Dengan Hazard (Ancaman/Bahaya), Tapi Bencana Dapat Dihilangkan Apabila Kita Melakukan Serta Meningkatkan Kapasitas Dan Upaya-Upaya Pengurangan Resiko Secara Maksimal.”


Masyarakat adalah element paling dasar yang bisa menjadi objek ataupun menjadi subyek dari sebuah resiko bencana. Menjadi Objek, apabila masyarakatnya kurang siap dan tidak tahu cara-cara pengurangan resiko, maka masyarakat tersebut masuk dalam kategori masyarakat yang menjadi objek dari suatu korban bencana. Menjadi Subjeck, ada dua kemungkinan dalam kategori subjeck ini; pertama, subjeck dalam pengertian masyarakat itu sendirilah yang menyebabkan bahaya/ancaman di sekitarnya meningkat menjadi bencana. Yang masuk ke dalam kategori ini adalah masyarakat yang pengetahuan, kesadaran serta kesiapsiagaannya kurang dalam menghadapi ancaman ataupun bencana yang terjadi didaerahnya sendiri. Kedua; subjeck dalam pengertian ini adalah masyarakat yang bisa menjadi pelaku utama dalam hal pencegahan ataupun pengurangan resiko terhadap bencana. Karena jika semua masyarakatnya telah memiliki kepedulian dan kesadaran yang tinggi, baik itu kesadaran untuk menjaga lingkungan ataupun kesadaran untuk dapat menjadi kader-kader penggerak dalam hal peningkatan kapasitas dan peningkatan kepedulian masyarakat lainnya terhadap lingkungan serta melakukan kegiatan-kegiatan pengurangan resiko bencana.

Kalangan Pecinta Alam telah melakukan suatu terobosan yang baik dalam hal Upaya-upaya Pengurangan Resiko Bencana dan upaya-upaya penyadaran masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim. Karena dalam kegiatannya, kalangan Pecinta Alam telah melakukan upaya peningkatan Kapasitas bagi masyarakat yang tinggal didaerah yang rawan bencana melalui program-program kesiapsiagaan bencana dan sosialisasi serta pencegahan Climate Change seperti Program KBBM, CBDP, CBFA, Flu Burung serta program-program lainnya yang berhubungan dengan upaya-upaya pencegahan Climate Change. Tujuan dari program-program tersebut adalah untuk menguatkan kapasitas dan meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kepedulian kita terhadap berbagai ancaman yang sekarang ini sering terjadi di Bumi kita tercinta.

Upaya-upaya yang dilakukan oleh kalangan Pecinta Alam ataupun Stakholder lainnya dalam upaya Pengurangan Resiko bencana ataupun peningkatan kapasitas bagi masyarakat, tidak lain adalah segelumit usaha manusia yang mencoba memutar arah ketika Bumi terancam Pemanasan Global, dimana suhu rata-rata permukaan bumi semakin meningkat dan menjadikan perubahan iklim dibumi yang dampak akhirnya terjadi bencana dimana-mana, maka kewajiban kitalah untuk dapat menghentikannya ataupun mengurangi lajunya..

Bagaimana pemanasan global bisa terjadi?

Pemanasan global terjadi akibat dari peningkatan efek gas rumah kaca yang disebebakan oleh naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Semakin tinggi konsentrasi gas rumah kaca maka semakin banyak radiasi panas dari bumi yang terperangkap di atmosfer dan dipancarkan kembali ke bumi. Hal ini menyebabkan peningkatan suhu di permukaan bumi. Peningkatan suhu iklim juga bisa dikarenakan peningkatan radiasi matahari, namun efeknya relatif sangat kecil.

Bagaimana peran manusia dalam mempengaruhi peningkatan konsentrasi gas rumah kaca?

Kegiatan manusia, terutama berupa pembakaran bahan bakar fosil dan aktifitas pertanian, pembalakan hutan, dan kebiasaan membuang sampah secara sembarangan akan menghasilkan emisi berupa gas rumah kaca yaitu CO2, CH4, N2O dan halokarbon (kelompok gas yang mengandung florine, klorin dan bromin). Gas-gas tersebut terakumulasi di atmosfer sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi seiring dengan perjalanan waktu. Peningkatan ini sangat kentara pada era industri seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

Seberapa besar kontribusi manusia dalam pemanasan global jika dibandingkan dengan faktor-faktor alam yang lain?

Pemanasan atau pendinginan global dipengaruhi oleh faktor alam dan faktor manusia. Yang termasuk faktor alam adalah tingkat radiasi matahari dan letusan gunung merapi. Naik turunnya radiasi matahari berpengaruh terhadap naik turunnya suhu bumi. Sementara, letusan gunung berapi memberikan efek penuruanan suhu bumi untuk beberapa saat. Aktifitas manusia juga memberikan efek pada naik turunnya suhu bumi. Namun jika diakumulasi, maka secara keseluruhan aktifitas manusia pada peningkatan suhu bumi jauh lebih besar daripada kontribusi faktor-faktor yang lain . Besarnya kontribusi terhadap pemanasan global disebut dengan istilah radiative forcing. Semakin besar radiative forcing semakin besar kontribusinya terhadap pemasan global.

Kita dapat memutar arah!

Berita yang baik adalah bahwa kita belum terlalu terlambat untuk memutar arah. Salah seorang ahli pemanasan global dan pimpinan dari penelitian iklim NASA, Dr. James Hansen baru-baru ini menulis sebuah surat: “Kita Belum Melewati Titik Dimana Kita Tak Bisa Berbalik. Kita Masih Bisa Berputar Balik Tepat Pada Waktunya Namun Dibutuhkan Tindakan Yang Cepat Ke Arah Itu”. Berbagai pemerintah serta organisisi telah mengambil tindakan dan berusaha untuk mencari pemecahan yang lebih lanjut. Usaha yang terbaru dilakukan oleh Bali, Indonesia, yang mengadakan sebuah konferensi internasional untuk mempertemukan para diplomat yang mewakili bangsa-bangsa di seluruh dunia untuk berusaha bersama dalam mencari cara untuk menyelamatkan planet ini.


Namun, menurut apa yang sering diperingati oleh Dr. Hansen terhadap orang-orang dalam upaya mencegah terjadinya Perubahan Iklim, jawabannya adalah setiap orang harus mengambil tanggung jawab pribadi atas tindakan mereka.

Tindakan apa yang harus kita lakukan?

Perubahan gaya hidup kita sangatlah penting. Itu berarti kita harus lebih sering menggunakan transportasi umum, berjalan kaki, menggunakan sepeda, menggunakan bahan bakar bio sebagai pengganti bahan bakar fosil, menggunakan peralatan yang hemat energi, mencabut colokan listrik saat tidak memakainya, dan hanya membeli barang yang benar-benar diperlukan. Ini adalah langkah-langkah kecil yang dapat dilakukan oleh setiap individu untuk menyelamatkan planet yang indah ini. Perubahan yang paling penting, adalah perubahan pola hidup dan peningkatan kesadaran kita, terutama kesadaran kita untuk tetap menjaga, melindungi dan melestarikan alam. Jadi, untuk menjadi bagian dari solusi tersebut anjurkanlah kepada setiap orang untuk tetap menjaga lingkungan! Jadikanlah tahun 2008 ini sebagai tahun untuk melestarikan Bumi dan kehidupan seluruh penghuninya.

Posting by:

Indra Setia Nugraha

***

“Emosi adalah kelemahan ku,,,

Ketenangan adalah jiwa ku,,,

Pengabdian adalah jalan hidup ku,,,”

***

Senin, 20 Oktober 2008

Ucapan Syukur BagiNya untuk Alam yang Masih Terjaga

OLeh: Argax Batax
NRP.SG.B.088805.PL


Sebuah gejolak untuk berucap syukur yang tak mampu tertahan kalbu ketika aku sadar bahwa Ibu Pertiwi masih memiliki sedikit hutan yang masih bisa dinikmati. Udara yang masih sejuk dengan rimbunan pohon pinus menjadi teman dalam dua hari kegiatan ku. Sungguh tidak terbantahkan bahwa beragam flora , fauna dan hutan hijau nan sejuk adalah suatu anugerah yang Ia karuniakan bagi nusantara. Lalu mengapa kita tidak menjaga dan mulai menciptakan daerah hijau lain walaupun kecil disekitar kita?

Dalam kelelahan yang teramat sangat dan rangakaian kegiatan yang belum selesai, aku menyadari bahwa sesungguhnya alam ini masih menyimpan kekayaan. Udara sejuk yang mulai langka untuk dihirup di daerah perkotaan, air segar yang terus mengalir tanpa tercemar berbagai limbah pabrik, kicauan burung bahkan belantara yang masih hijau dibalut embun bening merupakan sebuah bentuk harapan, harapan untuk membangun kembali alam ini, menjadikan “nya” primadona saat seluruh warga kota penat dengan segala kegiatannya.

Aku ingin setiap kita sadar bahwa kita masih memiliki kumpulan daerah berbungkus pohon pohon dan belantara. Aku ingin kita menjaga dengan tidak mencemari bumi dan aku ingin kita menciptakan bentuk bentuk kecil serupa di sekitar lingkungan kita. Lihat lah betapa indahnya bila rumah dengan sentuhan taman berukuran kecil, atau lingkungan komplek dengan jejeran tumbuh tumbuhan ditambah suasana nyaman yang tak tergenang banjir.

Aku ingin setiap kita berkata:

Aku rindu alam…

Aku rindu dinginnya hutan…

Aku rindu gemericik air, yang riuh begejolak tak henti…

Aku rindu itu…aku ingin itu…dan aku tahu aku masih punya semua itu.


Selasa, 13 Mei 2008

Tips Naik Gunung

Oleh: Asep Ruyani

“Naik-naik ke puncak gunung tinggi … tinggi sekali …”

Tentu saja kita akrab dengan nyanyian tersebut yang kerap kita nyanyikan sewaktu kita kecil ketika hendak naik gunung, berwisata ke alam bebas, atau ketika dalam keadaan lelah saat perjalanan mudik ke daerah asal di desa.

"Bermain di alam" membuat suasana damai, sejuk dan nyaman seolah merasuk ke dalam jiwa kita. Alam memang memberikan segalanya yang kita butuhkan tanpa sedikit pun pamrih terhadap apa yang kita peroleh. Namun alam akan begitu kejam ketika kita mulai tidak bijak, air yang mengalir dari gunung dapat menjadi bencana jika hutan telah ditelanjangi dan diabaikan, kata orang bijak, “alam laksana cermin dari apa yang kita pantulkan kepadanya”. Kita mengutuk alam sebenarnya adalah mengutuk diri kita sendiri.

Laksana gema memantulkan apa yang kita ucapkan, kotor diimbas juga sesuai dengan kotoran ucapan itu. Dan gema tidak menambah ucapan dengan ucapan lainnya. Naik gunung memang selalu mengasyikan, barangkali bagi pemula, naik gunung hanyalah akan menambah beban bawaan saja. Segala macam keperluan hidup terutama makanan masuk semua ke dalam cariel/rangsel padahal, di gunung hanya beberapa jam saja atau beberapa malam saja.

Anda ingin naik Gunung dengan Asyik tanpa terbebani? Saya akan memberikan solusinya buat teman-teman yang meyukai kegiatan ini:

Makanan

Jangan membawa makanan yang akan membuat anda kerepotan sendiri dengan alat masaknya, kalau pun anda berkemah di hutan atau gunung bawalah makanan yang punya kadar gizi yang tinggi dan mudah di masak misalnya mie instant, sarden atau makanan olahan lainnya.

Minuman

Hindarkan minuman yang berkadar alkhohol tinggi atau yang mengandung soda yang cepat membuat perut anda mual.Perjalanan di gunung biasanya naik dan sangat memerlukan energy yang prima.Seandainya perut mual bias-bisa anda berhenti di tempat.Sebaiknya, siapkan minuman penghangat seperti air jahe atau kopi secukupnya.

Pakaian

Walaupun di Gunung dingin, anda sebaiknya tidak membawa bekal baju yang banyak.Cukup beberapa potong baju dengan sweeter atau jaket. Sebaiknya siapkan juga jas hujan.

Perlengkapan lain

Jika berkemah atau camping, anda sangat memerlukan persiapan untuk menghangatkan badan dan memasak air. Bawalah kompor gas atau parapin jika sekiranya anda susah memperoleh kayu bakar, selain itu perlengkapan yang perlu adalah; senter, rapia atau tali lainnya, golok, pisau lipat, kantong plastic (sebagai tempat sampah), sandal dan tentu saja peralatan ibadah anda, dan jangan lupa obat pribadi.

Yang pasti !!!

Anda dapat menikmati ke indahan alam dengan tidak merusak alam itu sendiri, maka saat di atas gunung atau berada di hutan, sebaiknya anda tidak membuang sesuatu secara sembarangan. Karena selain anda, banyak juga orang lain yang juga ingin menikmati alam ciptaan Tuhan ini.

Mudah-mudahan catatan ringan ini membantu anda menikmati alam tanpa terbebani dengan segala macam yang merepotkan, sebab prilaku apapun yang kita berikan terhadap alam merupakan cerminan pribadi kita sendiri. (MPASG***)

SELAMAT MENCOBA !!!

Penulis adalah Ketua Mapella periode 2008-2009, Angkatan Tapak Surya

Sabtu, 22 Maret 2008

Menyingkap Pesona Gunung Manglayang

GUNUNG Manglayang, Kabupaten Bandung, namanya memang kalah jauh dari gunung-gunung lainnya di Jawa Barat. Seperti halnya Gunung Ciremai-Kuningan (3.078 m dpl) dengan keindahan kawah raksasanya dan pelangi yang muncul dari dalam kawah, saat hujan kabut terkena pantulan sinar matahari. Bahkan jika beruntung, kita masih bisa melihat macan tutul/panthera pardus atau macan kumbang di sana. Hutan Ciremai dipercayai berbagai kalangan penggiat alam sebagai salah satu wilayah yang masih memiliki populasi macan tutul dan kumbang teringgi di antara daerah lainnya.

Demikian pula dengan Gunung Gede (3.000 m dpl) yang memiliki keindahan kawah serta danau yang selalu tampak berwarna biru ketika diterpa sinar matahari, karena ditutupi oleh ganggang biru. Atau Gunung Salak yang berketinggian 1.926 m dpl (merupakan bagian dari tiga gunung yang saling berdekatan/Triple Mount: Gede-Pangrango-Salak) yang terkenal akan hutannya yang masih rapat dan “perawan”. Dan banyak gunung-gunung lainnya yang menawarkan daya tarik tersendiri.

Gunung Manglayang memang tidaklah setinggi gunung-gunung lainnya di Jawa Barat. Dengan perjalanan sekitar 3-4 jam dari kaki gunung, kita sudah bisa mencapai puncaknya. Pemandangan yang ditawarkan gunung ini sangat luar biasa. Di puncak Timur Manglayang, kita bisa menikmati keindahan hutan yang sangat luas (ke arah Kab. Sumedang), dengan pohon-pohon besarnya yang masih perawan, sehingga saat menarik nafas akan terasa bau khas hutan di hidung kita.

Jika kita mendaki melalui jalur Jatinangor, akan terlihat kampus-kampus universitas terkenal di Jawa Barat, yang tampak indah dengan bangunan-bangunan yang megah. Pemandangan akan semakin menakjubkan jika kita melakukan perjalanan saat malam hari dengan tujuan transit satu malam di objek wisata Batu Kuda, sepanjang perjalanan menuju kaki gunung, mata kita akan “tersihir” oleh indahnya lampu-lampu Kota Bandung yang bersinar layaknya “jutaan kunang-kunang yang sedang mengintai kita”.

Kabut tebal yang sering muncul di sepanjang perjalanan dan puncak Gunung Manglayang, menambah keanggunan gunung ini. Tidak seperti halnya gunung-gunung tinggi lainnya, kabut tebal di Gunung Manglayang relatif tidak membahayakan, meskipun jalur pendakian tertutup kabut. Justru ketika kabut datang, kita malah akan merasakan betapa indahnya Gunung Manglayang.

Objek Wisata Batu Kuda

Di wilayah kaki Gunung Manglayang terdapat objek wisata Batu Kuda. Di sekitar lokasi kita akan melihat batu-batu besar yang terserak dengan ukuran yang bervariatif. Berdasarkan keterangan masyarakat sekitar kaki Manglayang, konon batu-batu yang berserakan di sekitar Wisata Alam Batu Kuda ini berasal dari letusan Gunung Sunda Purba ribuan tahun lalu, karena Gunung Manglayang merupakan salah satu tebing dari Gunung Sunda Purba.

Yang paling unik dari sekian banyak batu-batu yang berserakan di Batu Kuda adalah adanya sebuah batu yang cukup besar. Batu berukuran raksasa itu mirip sekali dengan seekor kuda, “ukiran alam” yang menakjubkan. Keunikan bentuk batu inilah yang menjadi dasar mengapa lokasi wisata ini dinamakan Batu Kuda.

Berwisata alam di Batu Kuda memiliki keunikan tersendiri. Apalagi jika cuaca cerah, di siang hari kita bisa menikmati indahnya Kota Bandung sambil menghirup bau has hutan pinus yang menyegarkan. Sementara pada malam hari, kita akan menikmati indahnya kerlap-kerlip lampu Kota Bandung, dan bintang-bintang yang berserakan di langit. Sinar lampu kota dan bintang bagaikan paduan “rekayasa manusia dan alam” yang sengaja diciptakan untuk membuai mata kita.

“Bersetubuh dengan alam” di Batu Kuda saat fajar tenggelam begitu menyenangkan. Obrolan santai dengan rekan ditemani secangkir kopi hangat membuat tentram hati kita. Sementara ketika pagi menjelang, kita akan dihibur oleh siulan burung-burung dari berbagai jenis yang seolah telah terlatih untuk membentuk suatu irama yang harmonis. Sejenak, kita akan terlupa oleh penatnya kehidupan kota yang memiliki “sejuta” masalah.(MPASG***)

Jumat, 14 Maret 2008

Eksistensi Pecinta Alam Dilupakan Pemerintah?

PECINTA ALAM, penjelajah gunung dan hutan, atau apapun namanya, adalah sebuah komunitas yang terbentuk dari sebuah kenyataan bahwa manusia dan alam adalah sebuah sinergi yang tidak dapat dipisahkan. Karena, manusia pada dasarnya memang memerlukan alam untuk berkembang, demikian pula sebaliknya, alam memerlukan manusia sebagai pemelihara dan pengguna yang bertanggung jawab.

Bisa dikatakan, hubungan
simbiotik mutualisme yang terbentuk di antara manusia dan alam adalah hukum tertinggi dalam konteks ekosistem. Paling tidak, pendapat di atas, adalah salah satu dari sekian alasan mengapa terbentuk organisasi pecinta alam. Sebuah organisasi yang mengajarkan mengenai hubungan “cinta” antara manusia dengan hutan dan gunung, sungai, laut, udara, dll., yang dikolaborasikan dengan pendidikan berjenjang melalui laboratorium kepemimpinan yang dimilikinya dan dalam aplikasinya dituangkan dalam bentuk yang beragam.

Baik melalui kegiatan petualangan, maupun bermacam kegiatan yang bermakna filosofis dan sistematis; yakni penanaman keyakinan dan penyamaan persepsi bagaimana membentuk jiwa-jiwa petualang yang selalu berupaya menempatkan dirinya pada posisi yang harmonis dalam hubungannya dengan alam dan lingkungan sosial. Sehingga, harapan tertinggi dari semua itu tidak lain adalah kesadaran akan kebesaran Tuhan; betapa Tuhan tidak pernah sia-sia menciptakan alam semesta, dengan berbagai warna dan bentuk serta hubungan di antara penghuninya.

LAHIR DARI GERAKAN KEPANDUAN
Pada awalnya (di era 60’an), organisasi pecinta alam di Indonesia lahir sebagai bentuk “pemberontakan” atas sistem kepanduan yang dipandang telah melenceng dari cita-cita sang pendiri gerakan kepanduang Sir Baden Powell (1857-1941). Baden Powell yang menciptakan kepanduan di Inggris itu, pada awalnya mengkombinasikan sistem disiplin militer dengan konsep berpetualang dalam organisasi kepanduan, dengan harapan membentuk kader-kader petualang yang memiliki disiplin tinggi, peka terhadap lingkungan sosial, tidak pantang menyerah, dan mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi.

Sejak era 60’an (hingga saat ini pun cenderung tidak jauh berbeda), gerakan kepanduan di Indonesia dalam rangkaian aktivitasnya lebih condong kepada sistem kerja yang disibukkan dengan pola kepangkatan dan pendidikan berjenjang yang akhirnya melahirkan komunitas yang “terlena” bahwa hakikat kepanduan tidak sekedar berbicara masalah pangkat dan jabatan semata (yang dibuat sedemikian rupa layaknya organisasi militer).

Lalu salah satu “kesalahan fatal” lainnya dari gerakan kepanduan di Indonesia adalah di mana organisasi ini telah menjadi lahan politik; terkontiminasi melalui dana APBN dan APBD, campur tangan pemerintah, dan masuknya elit-elit politik ke dalam struktur kepanduan yang (maaf) mungkin sekedar memanfaatkan posisi strategis dan politis semata.

Alasan-alasan di atas, adalah sebuah gambaran munculnya “pemberontakan” komunitas kepanduan dengan membentuk “organsiasi kepanduan” yang baru; pecinta alam/penjelah gunung hutan. Organisasi ini dibentuk sebagai upaya melanjutkan cita-cita pendiri gerakan kepanduan dunia, dan tanpa menghilangkan beberapa konsep kepanduan di Indonesia yang masih relevan.

Karena, organisasi pecinta alam tidak mungkin meninggalkan pola disiplin dan nasionalisme yang memang diajarkan kepanduan dan menciptakan petualang itu memang harus melalui laboratorium kepemimpinan yang diterapkan secara sistematis. Dari mulai pendidikan dasar, pola pembinaan, masa pengembaraan, kursus-kursus kepemimpinan, petualangan, latihan-latihan, dll. Pada intinya, organisasi pecinta alam mencoba dan terus berupaya menyeimbangkan antara konsep berpetualang, nasionalisme, dan kepemimpinan (manajerial dan administrasi).

PERAN PECINTA ALAM KEPADA BANGSA DAN NEGARA
Lalu apa sumbangsih pecinta alam kepada bangsa dan negara selama ini? Sekalipun pecinta alam relatif masih berumur muda dibanding organisasi Pramuka misalnya, atau Palang Merah Indonesia (PMI), sesungguhnya kontribusi pecinta alam cukup banyak. Dalam bidang konservasi misalnya, di era 80’an organisasi pecinta alam sering menjadi pelopor kegiatan-kegiatan penyelamatan hutan (reboisasi), sekalipun intensitasnya kini mulai berkurang. Atau kegiatan bersih sungai, kota, dll.

Bahkan di banyak wilayah hutan-gunung, banyak kelompok pecinta alam yang rela menjadi jagawana (penjaga hutan) tanpa bayaran dari mana pun, baik dari instansi pemerintah atau pun swasta. Hal itu mereka lakukan semata-mata dalam rangka rasa tanggung jawab mereka kepada alam. Pendapat ini mungkin terasa retorika, namun kenyataan di lapangan menunjukkan demikian.

Lalu di bidang sosial, kelompok pecinta alam juga menjadi kekuatan tersendiri. Contohnya dalam operasi-operasi SAR, baik di darat maupun laut. Demikian pula dalam penanganan-penaganan korban bencana alam. Dalam kegiatan-kegiatan ini, mereka bergerak atas inisiatif sendiri, tanpa dorongan dari manapun, dan atas biaya sendiri. Baik secara pribadi maupun organisasi.

Di bidang olahraga petualangan, kelompok pecinta alam juga bahkan sering mengharumkan nama bangsa. Baik dalam pendakian puncak-puncak tertinggi dunia maupun dalam kompetisi-kompetisi panjat dinding. Pemanjat dinding kita diperhitungkan oleh dunia internasional sebagai salah satu komunitas yang potensial (hal ini terbukti dari berbagai prestasi juara baik di tingkat Asia maupun Dunia yang telah ditorehkan sejumlah atlet yang notabene merupakan hasil godokan organisasi pecinta alam).

PEMERINTAH MENUTUP MATA?
Namun sayang, jika kita perhatikan selama ini, kelompok pecinta alam sebenarnya terkesan dianaktirikan oleh pemerintah. Tidak seperti halnya kepada Pramuka atau PMI misalnya, di mana dukungan pemerintah secara finansial pun sangat besar. Namun, bukan bantuan finansial yang sesungguhnya dibutuhkan pecinta alam dari pemerintah. Karena wujud perhatian itu bukan sekedar itu.

Mungkin pemerintah belum menyadari berbagai potensi dan kontribusi yang bisa dan telah dihasilkan pecinta alam kepada bangsa dan negara. Organisasi ini bukan sekedar komunitas petualang yang sekedar “naik-turun gunung”, namun di balik semua itu, kelompok pecinta alam menyimpan energi yang besar yang mampu mewarnai negara ini dengan segala kontribusinya.

Tetapi, persoalannya “pecinta alam yang tergeser” itu apakah sebagai akibat dari lemahnya perhatian pemerintah, atau komunitas pecinta alam itu sendiri yang mengekslusifkan dan menjauhkan diri dari keterlibatan pemerintah? Tampaknya keduanya benar.

Pemerintah tampaknya memang “lupa” jika pecinta alam itu menyimpan potensi yang sangat besar. Sementara komunitas pecinta alam itu sendiri, tampaknya terlalu asik dengan dirinya sendiri, merasa menjadi komunitas “bebas” bahkan bebas dari hubungan dengan pemerintah (bukankah hakikat pemerintah itu untuk mensejahterakan masyarakatnya, yang salah satu aplikasinya adalah dengan melakukan pembinaan kepada berbagai organisasi yang potensial? Lalu kenapa pecinta alam tidak memanfaatkan ini?).

Nah, sekarang bagaimana dengan pendapat anda sendiri? (MPASG***)

Peta Visitor Mapala-SG dari Seluruh Dunia

Puncak Gunung Semeru Jawa Timur

Puncak Gunung Semeru Jawa Timur
Semeru, gunung tertinggi di Pulau Jawa, 3.676 mdpl. Tiap "Hari Sakral 17 Agustus" (kemerdekaan RI), dijadikan tempat berkumpulnya pencita alam se-Indonesia. Letupan abu vulkanik, adalah salah satu kekhasan gunung ini.